Senin, 17 Oktober 2016

Cukup pedulikah??

Indonesia?? siapa yang tidak tau tentang negara kaya dan terbesar ini. Negara yang bermodalkan aturan-aturan yang ketat dari pemerintah yang berlandaskan pancasila. Meskipun terlihat tentram negara ini menyimpan dan menyembunyikan segudang masalah, akhir-akhir ini banyak ditayangkan di televisi,koran dan media lainnya tentang Dimas kanjeng dari probolinggo dengan tipu muslihatnya menggandakan uang, Gatot rajamusti dengan padepokannya berpegang agama. Tapi masih ingatkah negara ini dengan masalh yang satu ini?? PT.KERTAS LECES dengan sejuta probelmnya??dari awal tahun 2010 pabrik yang dijuluki dengan pabrik burung ini,dari sebagian besar dari kalian masih belum tau apa itu PT.KERTAS LECES??Kertas Leces adalah pabrik kertas tertua kedua di Indonesia, setelah pabrik Kertas Padalarang, yang mana didirikan pada masa penjajahan Belanda, tepatnya tahun 1939 dan mulai beroperasi tahun 1940 dengan kapasitas produksi sebesar 10 ton/hari, menghasilkan kertas print yang memproses bahan baku jerami dan dilakukan proses pensodaan.seputar perusahaan Saat ini, kapasitas produksi perusahaan ini sebesar 640 ton/hari dan menghasilkan berbagai jenis kertas seperti: kertas HVS, HVO, kertas industri, copying paper, dan newsprint paper.Kertas Leces adalah salah satu pabrik kertas di Indonesia yang telah dapat memproduksi kertas dengan memanfaatkan kertas daur ulang dan limbah tebu sebagai bahan mentahnya. Inilah upaya Kertas Leces untuk menuju perusahaan dengan eco-label.Kertas Leces juga berkomitmen untuk menjaga kondisi lingkungan sekitarnya dengan meminimalkan proses-proses kimia yang berbahaya bagi lingkungan. Selain itu, berbagai proses produksi juga dikontrol menggunakan komputer berteknologi tinggi untuk menjamin kualitas produksi yang stabil dan maksimal.




Pekan lalu, mantan karyawan PT Kertas Leces (Persero) atau PTKL kembali menggelar aksi unjuk rasa. Demontrasi untuk kesekian kalinya tersebut, masih menyuarakan hal yang sama, yakni gaji selama tiga tahun yang belum dilunasi perusahaan.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kertas Leces memang masuk dalam kategori ‘mayat yang belum dikubur’. Sejak 2011, perusahaan kertas ini sudah dinyatakan pailit. Sekitar 1.700 karyawan kena pemutusan hubungan kerja pada Juni 2015.
Hanya saja sejauh ini, BUMN yang berlokasi di Probolinggo tersebut belum memenuhi kewajiban kepada para karyawan yang terkena PHK. “Perusahaan berhutang Rp56 miliar sebagai kewajiban membayar gaji kepada 1.700 karyawan,” kata Koordinator Aksi, Asmawi.
Selain tuntutan pembayaran gaji, pendemo pun meminta perusahaan mencairkan pesangon pasca-PHK massal yang dilakukan perusahaan pada akhir Juni 2015 lalu. “Kami butuh uang itu. Hidup kami terlunta-lunta sejak gaji kami enggak dibayar. Itu tetap hak kami. Gaji, tunjangan dan pesangon harus dibayar. Hidup terus berlanjut, tolong penuhi hak kami,” lanjut Asmawi.
Aksi kali ini, memang bukan yang pertama. Pada April lalu, Serikat Karyawan Kertas Leces (Sekar Leces) bahkan mengadukan nasibnya ke Fraksi PKB DPR RI.
Dalam kesempatan tersebut Sekretaris Jenderal Sekar Leces, Mohammad Arham menyampaikan nasib mereka kepada sejumlah perwakilan Fraksi PKB DPR RI. Arham juga menceritakan jika pihaknya terus berupaya mendapatkan hak karyawan. Usaha ini sudah dilakukan mulai dari tingkat Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Probolinggo, Disnaker Provinsi Jatim hingga ke Kementerian Tenaga Kerja.
Kala itu, Nihayatul Wafiroh yang juga anggota Komisi IX mengatakan akan memperjuangkan ke komisinya. Ia juga akan menyampaikan ke Kementerian Ketenagakerjaan sebagai rekan kerja Komisi IX.
“Saya akan membuat surat rekomendasi ke Komisi IX untuk menindaklanjuti nasib rekan-rekan karyawan PT Kertas Leces. Selain itu juga perlu penyelamatan karena Leces aset negara yang perlu juga diselamatkan,” katanya menanggapi aduan Sekar Leces.
Hal senada diungkapkan Nasim Kahn, anggota Komisi VI yang membidangi BUMN. Ia menuturkan akan membantu mengkomunikasikan ke Kementerian BUMN dan komisinya untuk menggelar rapat panitia kerja (panja) masalah PT Kertas Leces. “Nanti kami komunikasikan ke Dirjen Kementerian BUMN terkait dan mendorong agenda rapat pembentukan panja lintas komisi,” tutur Nasim dalam pertemuan tersebut.
Sejak dinyatakan pailit pada 2011 lalu. PTKL yang sempat menjadi produsen kertas terbesar di Jatim kesulitan mencairkan hak karyawan. Bahkan proses produksi kertas pun sempat berhenti.
Dalam perkembangannya, tiga pimpinan tinggi perusahaan, Direktur Utama Budi Kuswantoro, Zainal Arifin selaku Direktur Keuangan dan Syarif Hidayat yang menjabat Direktur Produksi PTKL, dipenjara karena menjadi terdakwa kasus pemberian upah di bawah UMK. (dbs/h4d)
sumber:KORANKABAR.COM (PROBOLINGGO) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar